Syalom!

Bersyukur telah terlaksananya program Penelaahan Alkitab IV dengan tema yang dibawakan “Bersukacita di tengah Ancaman Covid-19” dengan ayatnya yang terambil dari Filipi 4:1-23. Penelaahan Alkitab ini dibawakan oleh Pdt. Victor Tinambunan sebagai Pembicara dan Suster V.C. Silitonga sebagai Moderator. Dilaksanakan pada hari Jumat, 15 Mei 2020 pada pukul 13:00 WIB melalui Zoom.

Baru-baru ini saya membaca di media sosial ada yang bersyukur karena Covid-19. Ada pula yang berterima kasih kepada virus Corona. Tidak terlalu rinci alas alasan mereka. Yang jelas bersyukur karena Covid-19 dan berterima kasih kepada Corona kurang tepat dan bisa menimbulkan masalah baru. Yang pasti Covid-19 ini adalah musibah, ia membawa luka dan duka.

Yang benar adalah: kita tetap bersyukur kepada Tuhan meskipun Covid-19 sedang mengancam dunia. Di tengah pandemi ini kita menyambut firman Tuhan, Filipi 4:1-23 yang menekankan “bersukacita di dalam Tuhan”.

1. RASUL PAULUS: BERSUKACITA MESKI MENDERITA

Tak ada satu pun di antara kita yang pernah mengalami pahit getirnya kehidupan sebagaimana dialami oleh Rasul Paulus. Pada masa-masa akhir hidupnya ia menderita gangguan kesehatan yang tidak bisa sembuh lagi. Dalam perjalanannya mewartakan Injil seringkali mengalami kesulitan bahkan amat dekat dengan maut. Kapalnya pernah karam. Paulus juga mengalami penderitaan dari penguasa. Ia beberapa kali dipenjara, bukan karena kesalahannya tetapi karena imannya. Benarlah apa yang dikatakan Wayne Cordeiro “Paulus adalah orang yang memiliki iman dan keyakinan kuat bahkan di tengah badai dan gigitan ular berbisa karena ia tahu Allah punya tugas baginya.”

Pada ayat 10 Rasul Paulus berkata, “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan…” Bersukacita di dalam Tuhan! Mengapa Paulus bisa “sangat bersukacita dalam Tuhan, padahal ia menghadapi begitu banyak kesulitan bahkan penderitaan? Kita perhatikan kembali sebutan “dalam Tuhan”. Dalam bagian lain, Rasul Paulus sering menggunakan istilah “en to Kristo” (di dalam Kristus). Inilah yang sangat menentukan dalam menghadapi semua itu: “di dalam Tuhan”. Hidup yang selalu terhubung dengan Tuhan akan dapat melihat segala sesuatu dari sudut pandang Tuhan dan terutama fokus kepada Tuhan bukan pada penderitaan.

Paulus menunjukkan keteladanan berdiri teguh dalam Tuhan. Dalam ayat 13 dikatakan “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. Luar biasa keteguhan iman Paulus. Dari pengalaman keterhubungannya dengan Tuhan itu jugalah ia menasihatkan supaya jemaat itu teguh juga dalam Tuhan. Pengalaman dan kata-kata itu sangat meneguhkan di tengah banyak tantangan yang bisa saja membuat umat goyah. Berdiri teguh artinya tidak diombang-ambingkan dunia ini. Jangan tumbang oleh tantangan iman.

 

2. BERSUKACITA SENANTIASA DI DALAM TUHAN

Dari ayat 1-9 kita melihat sedikitnya sembilan nasihat yang ditekankan oleh Paulus, yaitu:
1. Berdirilah juga teguh dalam Tuhan
2. Sehati sepikir dalam Tuhan
3. Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan
4. Hendaklah kebakian hatimu diketahui semua orang
5. Jangan kuatir tentang apa pun juga
6. Nyatakan keinginan kepada Tuhan dalam doa dan permohonan dan pengucapan syukur.
7. Ijinkan damai sejahtera Allah memelihara hati dan pikiranmu.
8. Pikirkanlah semua yang benar-benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji.

Jemaat Filipi mengalami tantangan karena iman mereka kepada Tuhan. Mereka juga menghadapi para pengajar sesat. Apalagi kalau sesama umat tidak rukun, suasana tentulah makin runyam. Belum lagi pergumulan pribadi-pribadi dalam sebuah jemaat pastilah beragam. Perpaduan semua masalah ini tentulah membuat kehidupan kehilangan sukacita.
Kita perhatikan, tiga nasihat bagian pertama sama-sama menekankan “dalam Tuhan” sebagaimana sangat dipegang teguh oelh Paulus dan menjalani hidup dan tugas pelayanannya. Marilah kita beri perhatian khusus pada ketiga bagian pertama ini, tanpa mengabaikan nasihat keempat sampai kesembilan.
(1) Berdirilah juga teguh dalam Tuhan.

Kata “juga” mau menunjukkan keteladanan Paulus yang benar-benar berdiri teguh dalam Tuhan. Tantangan bakan penderitaan yang ia hadapi tak tanggung-tanggung. Tetapi imannya tangguh. Rahasianya, adalah seperti pengakauannya dalam ayat 13 tadi. Umat Kristen masa itu yang mengalami tantangan harus berdiri teguh. Kemampuan mereka bukan dari diri sendiri, tetapi “dalam Tuhan”.

Apa tantangan yang kita hadapi sekarang? Umumnya kita tidak mengalami sedahsyat pergumulan Paulus dan jemaat Filipi. Kita relatif aman, meski di berbagai tempat orang Kristen dihambat. Yang penting adalah fokus pada Kristus di tengah berbagai tantangan kehidupan. Tantangan berat yang dihadapi dalam Tuhan membuat kita tetap teguh tetapi tantangan kecil yang kita hadapi dengan kemampuan diri sendiri akan membuat kita tumbang.

Kita sedang mengalami tantangan yang sama saat ini: pandemi Covid-19. Bagaimana kita bisa berdiri teguh? Karena dalam situasi berat ini pun Tuhan tetap memegang kendali bumi ini dan hidup kita. KuasaNya melampaui kekuatan apa pun.

(2) Sehati sepikir dalam Tuhan

Dalam sejarah panjang perjalanan gereja ada saja perbedaan pendapat yang ironisnya tidak jarang berujung pada pertengkaran bahkan perpecahan. Gereja yang sibuk dengan konflik tidak mungkin tangguh menghadapi tantangan dari luar. Enerjinya akan terkuras deras hanya untuk mengurus persoalannya. Untuk itulah sangat dibutuhkan sikap sehati sepikir. Sehati sepikir dalam Tuhan. Bagaimana caranya? Setiap orang harus merelakan hati dan pikirannya diisi oleh Tuhan, dipimpin oleh Tuhan.

Hal ini dapat kita lihat kaitannya dengan nasihat nomor 7 dan nomor 8 yang berkaitan dengan “pikiran”: Ijinkan damai sejahtera Allah memelihara hati dan pikiranmu. Pikirkanlah semua yang benar-benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji.
Hanya dengan demikian keakuan atau ego bisa dijinakkan dan kerukunan selalu dapat terpelihara. Orang yang sehati sepikir dalam Tuhan akan lebih bertenaga menghadapi tantangan dan mewujudkan tugas panggilan. Perbedaan pendapat tidak akan pernah sampai pada perselisihan apalagi pertengkaran kalau kasih dikedepankan.

Kesehatian kita juga sangat dibutuhkan dalam menghadapi pandemi ini. Sebab, kelalaian satu orang apalagi banyak orang akan bisa memperparah masalah. Musibah ini semakin meyakinkan kita akan kekuatan kebersamaan, sikap saling peduli di keluarga, masyarakat dan dunia. Kita tidak hidup sendirian tetapi terhubung satu sama lain. Tidak ada gunanya permusuhan apalagi peperangan, sebab kita punya musuh yang sama: Covid-19.

(3) Bersukacita dalam Tuhan meski badai menghadang

Kita bisa melihat sekarang keterkaitan sukacita di dalam Tuhan dengan “berdiri teguh dalam Tuhan” dan “sehati sepikir dalam Tuhan”. Secara negatif, seseorang yang tumbang oleh persoalan, seseorang yang hidup dalam pertengkaran tidak mungkin bersukacita. “Bersukacitalah senantiasa dalam di dalam Tuhan”. Ya, di dalam Tuhan. Sukacita bukan terutama produk kita, sukacita yang benar adalah dalam hubungan dengan Tuhan.

Dari hati yang senantiasa bersukacita dalam Tuhan akan terpancar kebaikan yang dapat dinikmati oleh banyak orang (ayat 5). Dari hati yang senantiasa bersukacita di dalam Tuhan kekuatiran enyah dan ucapan syukur selalu mengalir (ayat 6).

Tuhan yang menguatkan Rasul Paulus dan jemaat Filipi dahulu kala adalah Tuhan yang sama yang menguatkan, memelihara dan memberi sukacita kepada kita hingga hari ini. Ini yang membuat kita tetap bersukacita di dalam Tuhan.

Apa kaitan “bersukacita dalam Tuhan” dengan penanganan masalah Covid-19 ini?

Pertama, hidup yang bersukacita meningkatkan sistem imun tubuh. Panik, takut, cemas dan sejenisnya sangat menguras enerji dan mengakibatkan tubuh rentan pada penyakit. Karena itu, marilah kita bersukacita.

Kedua, orang yang bersukacita di dalam Tuhan, tidak pernah menikmati sendiri sukacitanya. Kita hanya bisa memberi apa yang kita punya. Mengapa orang selalu serba negatif, mengeluh, bersungut-sungut, mempersalahkan orang lain? Karena hanya itu yang dimilikinya. Hanya orang yang bersukacita yang bisa memberi sukacita kepada orang lain. Kita terpanggil menjadi alat di tangan Tuhan pembawa sukacita dan kebaikan di tengah musibah pandemi ini. Hanya orang yang bersukacita dalam Tuhan yang bisa pembawa-pembawa sukacita dan kebaikan dalam dunia yang sedang dirundung kemalangan ini.

 

BAHAN RENUNGAN PRIBADI

  • Menurut Saudara apa bukti bahwa Allah masih bekerja di tengah ancaman covid-19 ini yang meneguhkan iman kita dan membuat kita tetap bersukacita?
  • Apa saja yang bisa kita lakukan sebagai pancaran sukacita kita untuk mengatasi masalah covid-19 ini?

 

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah.

Segala perkara dapat kutanggung di dalama Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

(Filipi 4:4, 13)

 

Tinggi Iman

Tinggi Ilmu

Tinggi Pengabdian

Ut Omnes Unum Sint

Syalom!

0 0 vote
Article Rating