RESUME PENELAAHAN ALKITAB I
Tata Pelaksanaan
Pelaksanaan Penelaahan Alkitab oleh pengurus komisariat dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober 2020, dengan tema “Menjadi Pribadi yang Inklusif” dan diambil dari Matius 15 ayat 21-28. Kegiatan Penelaahan Alkitab ini dibawakan oleh Pdt. Berton Silaban, S.Th yang berpelayanan di Gereja HKI Polumas depok. Penelaahan Alkitab ini berlangsung dari pukul 15:14 WIB hingga 16:35 WIB. Penelaahan Alkitab yang pertama ini dihadiri sebanyak 39 orang dilihat dari absensi yang diisi oleh peserta melalui Google Form yang telah dipersiapkan oleh pengurus komisariat. Peserta yang hadir terdiri dari pengurus komisariat sendiri, lalu ada anggota GMKI FEB USU, dan juga Mahasiswa Baru FEB USU 2020. Penelaahan Alkitab ini dimulai dengan pembukaan oleh moderator yaitu Santun Benardo Nainggolan (Biro Kerohanian), dimana moderator disini memimpin jalannya Penelaahan Alkitab mulai dari bernyanyi satu lagu pujian yang berjudul “Kecaplah dan Lihatlah” kemudian dilanjutkan dengan Doa Pembuka oleh moderator. Kemudian setelah selesai acara pembukaan, moderator memberikan kesempatan kepada pembicara yaitu Pdt. Berton Silaban, S.Th untuk memaparkan materi Penelaahan Alkitab. Setelah pembicara selesai memberikan materi, kemudian moderator melanjutkan kegiatan dengan sesi tanya jawab sebanyak 2 sesi dengan 1 sesinya sebanyak 3 pertanyaan, dan ketika sesi tanya jawab telah habis, ada peserta yang masih ingin bertanya sehingga diberikan kesempatan kepada 1 orang yang ingin bertanya. Setelah selesai sesi tanya jawab, moderator menutup kegiatan penelaahan alkitab dengan memberikan kesempatan kepada pembicara untuk memberikan Closing Statement, dan moderator menutupnya dengan memberikan kesimpulan serta doa penutup.
Resume Materi
MENJADI PRIBADI YANG INKLUSIF (Matius 15 ayat 21-28).
Inklusif adalah dimana ketika seseorang mampu membuka dirinya terhadap keragaman tanpa menghilangkan identitas yag ada dalam dirinya. Terlebih sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang memang tidak terlepas dari keberadaan orang lain disekitarnya untuk menunjang kehidupannya. Dalam matius 15:21-28 berbicara bagaimana Perempuan Kanaan yang memiliki seorang anak dan sedang mengalami kerasukan setan meminta tolong kepada Yesus untuk membantu menyembuhkan anaknya. Namun Yesus tidak langsung menolong perempuan kanaan tersebut, melainkan Ia menguji perempuan kanaan tersebut. Perempuan kanaan adalah seorang yunani yang berasal dari Tirus atau yang sekarang kita kenal dengan Siria, dan memang perempuan kanaan ini adalah seorang non yahudi. Bangsa Siro Fenisia atau tempat perempuan kanaan tersebut berasal merupakan bangsa yang dianggap kafir oleh orang Yahudi karena mereka menyembah berhala dan beberapa Dewa. Orang Yahudi yang menganggap orang-orang Siro Fenisia adalah seorang yang kafir, memiliki adat dimana orang Yahudi tidak boleh menikah dengan yang tidak seidentitas dengan mereka.
Dari injil Matius pada ayat yang ke-28 dikatakan bahwa (maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya “ Hai Ibu, besar imanmu. Maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh) dari ayat ini kita melihat bahwa Yesus yang menguji perempuan kanaan, melihat bahwa ketangguhan perempuan kanaan tersebut melalui iman percayanya telah membawa kesembuhan kepada anaknya. Dan kita melihat juga bahwa Yesus menyelamatkan setiap orang tanpa memandang latar belakang seseorang tersebut. Keselamatan yang Allah berikan adalah keselamatan yang universal. Belas kasih dan kemurahan Allah pada Matius 15:21-28 adalah bagaimana Allah mengasihi perempuan kanaan yang bukan seorang yahudi. Allah melihat iman perempuan tersebut yang mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Daud, menjadikan perempuan itu dan anaknya mengalami keselamatan.
Lalu bagaimana dengan inklusif itu sendiri, adalah bagaimana kita memiliki pemahaman dengan tidak menutup diri dari keberagaman atau orang yang berbeda dari kita. Menjadi pribadi yang inklusif adalah bagaimana menghargai perspektif yang berbeda dari kita. Yesus mengajarkan bagaimana setiap manusia tidak hanya menjadi pribadi yang inklusif, melainkan mengembangkan pelayanan yang inklusif juga, seperti sikap keramahan dan sikap saling mengisi satu sama lain. Di Indonesia sendiri yang memang lahir sebagai negara dengan berbagai macam latar belakang suku, agama , ras, dan gender, menjadikan kita setiap anak muda kristen harus memiliki sikap inklusif tadi sebagai bentuk keterbukaan kita dengan keberagaman dan kemajemukan tadi tanpa menjual identitas sebagai pemuda kristen.
Beberapa langkah untuk menjadi pribadi yang inklusif diantaranya adalah:
- Terbuka Pada Keberagaman
Dalam hal ini keberagaman tidaklah bisa dihindari, bahkan anak kembar yang baru lahir saja memiliki perbedaan, Tuhan menciptakan perbedaan bukan untuk perpecahan, melainkan menjadikan setiap anak-anakNya bersatu dan rukun. Namun kerukunan ini akan tercapai ketika setiap pribadi memiliki sifat keterbukaan pada keberagaman yang mana tanpa menghilangkan setiap identitas yang dimilikinya.
- Miliki Sikap Hospitality
Yaitu sikap keramahan terhadap sesama yang bertujuan menjaga keutuhan dalam berkehidupan sosial. Hospitality yang diambil dari kata hospital, yang berarti Rumah Sakit merupakan sebuah filosofi bagaimana didalam rumah sakit terdapat Suster Maupun Dokter yang mengajarkan kita bagaimana memungkinkan penerimaan yang tulus untuk berbagi dan saling mengisi satu dengan yang lain.
- Membagikan Kasih Kristus
Sebagaimana setip kita telah memperoleh keselamatan, menjadikan kita juga harus membagikan kebaikan dan kemurahan kasih Allah kepada orang disekitar kita, agar mereka juga merasakan kebbaikan yang Allah berikan kepada setiap kita.
Buah daripada hasil keterbukaan kita terhadap keragaman ialah toleransi itu sendiri. Di negara yang kaya akankeberagaman seperti Indonesia mengharuskan setiap masyarakatnya memiliki sikap yang toleran terhadap yang berbeda. Lalu bagaimanakah toleransi bisa diuji? Yaitu dilihat melalui cara kita dalam hidup bersosial. Bagaimana berjalannya kehidupan tidak terbatas hanya berteman dengan yang sesuku maupun seagama, melainkan berbaur dalam keberagaman. Lalu bagaimana juga inklusifitas dalam diri pemuda kristen tidak menciptakan arogansi? Yaitu dengan setiap pemuda kristen mampu memelihara sikap hospitality dan ramah kepada setiap orang tanpa menganggap bahwa kebenaran hanyalah milik suatu golongan karena pribadi yang inklusif adalah proses saling menghargai. Namun sebenarnya pribadi yang inklusif ini juga memiliki dampak yang negatif jika pemahaman inklusif membuat kita menyamakan semua agama sehingga menghilangkan identitas kita sebagai umat kristen.
Menjadi pegangan bagi setiap orang untuk menjadi pribadi yang inklusif merupakan satu misi pengutusan Allah kepada setiap umatnya, karena inklusif menjadikan kita lebih bertoleransi dalam kemajemukan dan membantu dalam berjejaring dengan sesama.
UOUS